Pembebasan tarif di awal pembukaan Jembatan Suramadu mendapat reaksi dari petinggi GAPASDAP, bahwa akhir-akhir ini kuantitas penumpang yang menggunakan angkutan kapal menurun drastis sebagai akibat tarif jembatan Suramadu 50% lebih rendah dari tarif kapal, terlebih dengan pembebasan tarif sebagai percobaan selama kurang lebih 2 pekan oleh pihak Bina Marga di jalur ‘anyar’ tersebut. Bahkan secara langsung seorang petinggi GAPASDAP melalui salah satu stasiun radio nasional (12 Juni 2009) dalam wawancaranya mengklaim bahwa pemerintah ingin mematikan ‘kapal ferry’.
Telah jelas bahwa pihak GAPASDAP tidak dapat berlapang dada terhadap pembangunan Jembatan Suramadu yang notabene merupakan program Pemerintah berskala nasional. Hal ini semakin mengindikasikan bahwa GAPASDAP tidak ingin kalah dari Pemerintah. Tidak selayaknya GAPASDAP menyatakan rugi,
sebab pihak GAPASDAP jelas lebih mengerti strategi sebagai solusi sehingga keseimbangan finansial tetap terkendali antara jumlah penumpang dengan biaya operasional. Apabila diperhatikan selama ini fasilitas bagi pejalan kaki di Dermaga Kamal pun tidak dimanfaatkan, padahal terdapat penarikan iuran tiket untuk peron bagi pejalan kaki di dermaga kamal tersebut tiap orang Rp.200,-.
sebab pihak GAPASDAP jelas lebih mengerti strategi sebagai solusi sehingga keseimbangan finansial tetap terkendali antara jumlah penumpang dengan biaya operasional. Apabila diperhatikan selama ini fasilitas bagi pejalan kaki di Dermaga Kamal pun tidak dimanfaatkan, padahal terdapat penarikan iuran tiket untuk peron bagi pejalan kaki di dermaga kamal tersebut tiap orang Rp.200,-.
Bahkan saat penurunan harga BBM tidak dibarengi dengan penurunan tarif kapal, penurunan tarif kapal baru dilakukan setelah adanya demonstrasi oleh rekan mahasiswa Universitas Trunojoyo. Penurunannya pun tidak signifikan, hal ini semakin mengindikasikan bahwa GAPASDAP tidak ingin kalah dari Pemerintah, lebih mengutamakan misi komersial daripada misi sosial.
Kesempatan lain, seorang dosen suatu kampus di Surabaya berpendapat juga pada radio yang sama menyatakan bahwa; “Tidak seharusnya tarif tol/Jembatan Suramadu dibandingkan dengan tarif kapal ferry, akan tetapi dibandingkan dengan tarif tol lain di Indonesia berdasarkan jarak tempuh”. Dipaparkan pula tarif kendaraan roda empat pada jembatan suramadu ternyata jauh lebih mahal dari tarif tol yang lebih panjang di indonesia ini, serta dalam kurun waktu dua tahun mendatang, biaya pembangunan Jembatan Surmadu akan kembali. Modal pembangunannya serta biaya perawatan pasti terpenuhi bahkan lebih.
Biarlah masyarakat yang menilai.
Edisi Hari Sabtu, 13 Juni 2009 pada koran ini pula diulas mengenai keluhan pemilik kendaraan bermotor terhadap tarif jembatan suramadu; “Jika setahun, total pendapatan tol Suramadu mencapai 153,3 miliar,” paparnya. Penulis menyimpulkan; angka yang fantastis. Akan tetapi Ketua Komisi B, Ismail Abd. Rahim tidak sependapat dengan warga mengenai jumlah mobil dan motor yang melintas. Pemilik mobil menyatakan bahwa tarif tol idealnya sepertiga atau separuh dari rencana semula. Senada dengan pendapat dosen diatas, estimasi dari warga tersebut tidak sepenuhnya dapat disalahkan, bukan tidak mungkin angka tadi akan menjadi nyata.
*****
Sebelumnya, tiap tahun telah menjadi tradisi akbar bagi masyarakat muslim khususnya, ledakan penumpang di hari lebaran pada penyebrangan Ujung-Kamal, sekarang akan berbalik dengan dimanfaatkannya tol Suramadu. Perindustrian, perdagangan serta berbagai aspek pembangunan social network, cepat atau lambat pasti akan terasa perubahannya di bumi Madura.
Dengan demikian semakin meningkat pula traffic kendaraan di Jembatan ini. Bina Marga selaku operator sementara, merasa serba salah atas reaksi dari warga dalam mengambil kebijakan untuk penetapan tarif, dapat dimaklumi sebab memang pertama kali bagi Bina Marga meng-handle tol Suramadu. Untuk selanjutnya, operator yang menghandle haruslah lebih cermat dalam menetapkan segala perhitungan dan kebijakan demi menghindari polemik seperti saat ini. Serta menjadi kewajiban untuk berlapang dada khususnya bagi pihak GAPASDAP yang terimbas akan dampak kurang nyaman dari adanya Jembatan Nasional Suramadu.
Sebagian masyarakat akan tetap memilih kapal ferry sebagai alternatif transportasi ketika jarak dan tujuan menjadi pertimbangan. Diketahui bersama bahwa line out tol Suramadu sisi Madura berada di wilayah Kec. Burneh, sehingga terlampau jauh apabila tujuan si penyeberang berada di wilayah Kamal, Bangkalan;Kota-hingga wilayah Langkap. Terlebih bagi kalangan pegawai, pelajar dan sebagainya yang hilir-mudik setiap hari dari luar Madura menuju Kota Bangkalan, dan atau sebaliknya.
0 komentar:
Posting Komentar